BUAH hati yang memiliki
jiwa sosial yang tinggi, adalah dambaan setiap orang tua. Apalagi jika
kalau dia memiliki karakter yang empati terhadap sesamanya yang kurang
beruntung. Bagaimana mengasah jiwa sosial anak?
Untuk mendapatkan karakter positif anak, butuh proses yang dilakukan secara terus menerus dan konsisten. Terapis Pusat Layanan Psikologi Islam (Plp-i) Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM), Ahmad Yasser Mansyur, SAg, SPsi, MSi, PhD, menuturkan, mengajarkan anak mampu bersikap empati terhadap sesama dimulai dari lingkungan keluarga.
“Bahkan sejak dia masih kecil. Misalnya dalam keluarga saya. Saya mempunyai beberapa anak yang dibiasakan melakukan salat berjemaah sehari-hari,” jelasnya, Jumat, 27 Juli.
Ketika salat berjemaah itu, sebenarnya mulai mengakar sikap saling tolong menolong. Misalnya anak yang satu disuruh azan, yang lainnya mengatur sajadah. Kerja sama ini dibina melalui salat berjemaah. Selain itu, dosen Psikologi UNM ini kerap memberi contoh langsung kepada putra-putrinya.
Yasser-demikian disapa, tak segan-segan melakukan pekerjaan rumah sehari-hari seperti menyapu dan mengepel rumah. Sekaligus membantu sang istri tercinta mengatasi pekerjaan rumah tangga.
"Otomatis anak melihat dan mau membantu. Nah, kalau cikal bakalnya dalam rumah tangga bentuk kepedulian itu terwujud, maka mudah disalurkan ke luar rumah,” lanjut pria kelahiran Ujungpandang, 28 April 1976.
Alumni program doktor psikologi dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) juga aktif membawa para buah hatinya ke masjid. Ketika sang ayah azan di masjid, mereka belajar azan juga. Ataupun turut dengan teman-teman lainnya di masjid untuk mengaji bersama.
“Kalau di masjid kan juga ada kotak amal. Saya memberi contoh kepada mereka untuk belajar menyumbang atau pun kepada orang-orang cacat di pinggir jalan,” katanya seraya menegaskan sikap empati anak dimulai dari contoh orang tuanya.
Terpisah, Pembantu Dekan II Fakultas Psikologi Universitas 45 Makassar, Patmawaty Taibe, S.Psi, MA menuturkan, mengajarkan anak berperilaku dermawan sebaiknya dimulai sejak usia dini.
“Misalnya dia bermain dengan teman-temannya. Mainannya mau dibagi. Ini contoh kecil,” jelas wanita kelahiran Ujungpandang, 21 Januari 1983.
Perilaku mengajarkan anak berbagi dengan bentuk sumbangan juga bagus dilakukan.
Di Ramadan ini, misalnya. Tak sedikit orang tua menerima permintaan sumbangan dari panti asuhan maupun masjid. “Orang tua bisa memberi uang kepada anak dan si anak itu yang masukkan ke dalam amplop uang sumbangannya. Tapi berikan penjelasan,” ujarnya. (yan/nin)
Untuk mendapatkan karakter positif anak, butuh proses yang dilakukan secara terus menerus dan konsisten. Terapis Pusat Layanan Psikologi Islam (Plp-i) Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM), Ahmad Yasser Mansyur, SAg, SPsi, MSi, PhD, menuturkan, mengajarkan anak mampu bersikap empati terhadap sesama dimulai dari lingkungan keluarga.
“Bahkan sejak dia masih kecil. Misalnya dalam keluarga saya. Saya mempunyai beberapa anak yang dibiasakan melakukan salat berjemaah sehari-hari,” jelasnya, Jumat, 27 Juli.
Ketika salat berjemaah itu, sebenarnya mulai mengakar sikap saling tolong menolong. Misalnya anak yang satu disuruh azan, yang lainnya mengatur sajadah. Kerja sama ini dibina melalui salat berjemaah. Selain itu, dosen Psikologi UNM ini kerap memberi contoh langsung kepada putra-putrinya.
Yasser-demikian disapa, tak segan-segan melakukan pekerjaan rumah sehari-hari seperti menyapu dan mengepel rumah. Sekaligus membantu sang istri tercinta mengatasi pekerjaan rumah tangga.
"Otomatis anak melihat dan mau membantu. Nah, kalau cikal bakalnya dalam rumah tangga bentuk kepedulian itu terwujud, maka mudah disalurkan ke luar rumah,” lanjut pria kelahiran Ujungpandang, 28 April 1976.
Alumni program doktor psikologi dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) juga aktif membawa para buah hatinya ke masjid. Ketika sang ayah azan di masjid, mereka belajar azan juga. Ataupun turut dengan teman-teman lainnya di masjid untuk mengaji bersama.
“Kalau di masjid kan juga ada kotak amal. Saya memberi contoh kepada mereka untuk belajar menyumbang atau pun kepada orang-orang cacat di pinggir jalan,” katanya seraya menegaskan sikap empati anak dimulai dari contoh orang tuanya.
Terpisah, Pembantu Dekan II Fakultas Psikologi Universitas 45 Makassar, Patmawaty Taibe, S.Psi, MA menuturkan, mengajarkan anak berperilaku dermawan sebaiknya dimulai sejak usia dini.
“Misalnya dia bermain dengan teman-temannya. Mainannya mau dibagi. Ini contoh kecil,” jelas wanita kelahiran Ujungpandang, 21 Januari 1983.
Perilaku mengajarkan anak berbagi dengan bentuk sumbangan juga bagus dilakukan.
Di Ramadan ini, misalnya. Tak sedikit orang tua menerima permintaan sumbangan dari panti asuhan maupun masjid. “Orang tua bisa memberi uang kepada anak dan si anak itu yang masukkan ke dalam amplop uang sumbangannya. Tapi berikan penjelasan,” ujarnya. (yan/nin)