Minggu, 05 Agustus 2012

RAHASIA SEDEKAH : 1 = 10

nilah buah dari kesabaran itu. Memulai usaha dari emperan jalan, kini usahanya menjadi kebanggaan dan andalan keluarga. Ketika ditanya apa rahasia suksesnya itu, AISYAH, pemilik Warung Pecel Pincuk Suroboyo itu hanya menjawab: shadaqah.
---

Saya tak bisa membayangkan, bagaimana seandainya hidup yang sementara ini tidak ada kamus shadaqahnya. Pasti hidup tak karuan. Saya sangat percaya itu. Karena infak dan shadaqahlah yang membuat saya seperti saat ini. Bukan harta berkurang, tetapi semakin tambah berlipat-lipat. Seolah-olah rezeki datang dari berbagai penjuru, sebagaimana janji-Nya.

Saya masih ingat betul saat pertama kali merintis usaha ini. Jatuh bangun saya rasakan. Sekitar tahun 1998, ketika krisis ekonomi melanda negeri ini, saya mencoba mengawali usaha. Dengan kesungguhan, sedikit demi sedikit saya mencoba mempertahankannya. Dan alhamdulillah, usaha itu terus berkembang hingga sekarang. Yang membuat saya semakin bersyukur adalah usaha berkembang di luar perhitungan. Karena kondisi ekonomi saat itu lagi sulit. Banyak usaha serupa gulung tikar.

Dan saya yakin, Allah telah membuatnya demikian. Saya mencoba menata niat kalau usaha ini tidak saya hitung secara bisnis. Tapi, saya lebih berharap barakah Allah dari apa yang saya geluti. Meskipun Allah telah menguji saya dengan kelapangan harta, namun saya selalu merasa was-was kalau harta yang saya terima ini tidak bermanfaat, apalagi membawa mudharat. Berapapun jumlah rezeki tidak ada gunanya kalau tidak kita bagi dengan saudara-saudara kita yang memerlukan.

Kekuatan Shadaqah

Ternyata, manfaat dari kebiasaan bershadaqah itu luar biasa. Yakinlah, Allah pasti akan menolong kita jika kita mau menolong-Nya. Dan Dia tidak akan pernah ingkar janji itu. Mungkin kejadian ini bisa dijadikan contoh. Suatu kali, anak saya mengalami sakit yang tidak sembuh-sembuh. Berbagai macam obat dan dokter saya datangi. Tetapi tak membuahkan hasil apa-apa. Karena kebiasaan berbagi itulah yang saya jadikan solusi.

Tanpa pikir panjang, uang yang seharusnya untuk beli obat saya pakai membeli sekarung beras. Beras itu saya berikan kepada keluarga yatim dan miskin di sekitar rumah. Dan apa yang terjadi. Di luar perhitungan sebelumnya, sakit anak saya berangsur-angsur mulai membaik. Keajaiban shadaqah itu benar-benar saya alami.

Saya tak tahu mengapa seperti itu. Hanya saja, setiap kali saya tak shadaqah, rasanya ada yang kurang. Perasaan was-was, gelisah, dan pusing langsung menyergap saya. Sehari saja tidak shadaqah, badan terasa sakit semua. Mungkin dengan cara begitu Allah menegur saya.

Kepada anak-anak yatim, tukang sapu jalanan, dan dhuafa lainnya saya berbagi. Pikir saya, betapa susahnya mereka, hidup serba kekurangan dan dengan segala keterbatasan. Saya juga mencoba membesarkan lima TK binaan dan sebuah yayasan pemberdayaan umat. Terus, bagaimana seandainya kita yang punya kelebihan tidak mau peduli pada mereka? Betapa sayangnya, orang berpunya tapi kikir dengan hartanya. Padahal, di setiap harta yang dimiliki ada haknya orang-orang yang tak berpunya.

Tradisi Keluarga

Bila dirunut ceritanya, kebiasaan zakat, shadaqah, dan infak adalah kebiasaan keluarga. Orang tua saya (H. ABU ALI-Hj. PANCAR) sedari kecil membiasakan anak-anaknya untuk melakukannya. Mereka memberi contoh kepada anak-anaknya dengan menyantuni fakir miskin. Seringnya melihat kebiasaan itu, membuat kami menjadi terbiasa.

Nah, contoh itu pula yang saya tularkan kepada anak-anak. Selain mengajak mereka untuk langsung datang ke orang yang kita santuni, mereka saya sarankan untuk punya teman asuh. Tujuannya, agar mereka bisa saling membantu. Dengan cara-cara seperti itulah saya coba memanfaatkan apa yang saya miliki. Dengan banyaknya manfaat dari shadaqah yang saya rasakan itulah saya menyebutnya sebagai ’kaya dengan kecepatan’.

( Oleh : Hj AISYAH - Pemilik Warung Pecel Pincuk Suroboyo

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2035 CIKALERS SOCIETY
Theme by Yusuf Fikri Modifeid by Ceo CikalBakal

Powered by Blogger